Assalamualaikum,,
Ini adalah ringkasan atau sinopsis dari novel yang filmya akan
tayang di bioskop, judulnya “Hafalan Shalat Delisa”. Ceritanya bagus banget,
mengharukan, dan pastinya memberikan berjuta pesan positif bagi kita sebagai
pembaca. Dan nggak lupa, cerita ini juga semakin memantapkan iman kita akan
kebesaran Allah.. :D
Novel ini bercerita tentang seorang
anak perempuan berumur 6 tahun, namanya Delisa, anak bungsu dari empat
bersaudara dalam keluarganya, kakak-kakaknya bernama Cut Fatimah, Cut Zahra,
dan Cut Aisyah. Mereka berdomisili di Aceh, tepatnya di Lhok Nga. Abi,
panggilan untuk ayahnya, bekerja sebagai seorang pelaut. Bekerja sebagai ahli
mesin kapal tanker, berlayar hingga berbulan-bulan. Ummi, panggilan untuk
ibunya, tinggal bersama ia dan ketiga kakaknya di Aceh.
Suatu hari, Delisa mendapatkan
tugas dari gurunya, Ibu Guru Nur, yakni tugas menghafal bacaan sholat. Motivasi dari Ummi, berjanji akan
memberikan hadiah jika ia bisa menghafal bacaan sholat, menambah semangat Delisa
untuk menghafal. Hadiah yang dijanjikan Ummi itu berupa kalung yang dibeli di
toko Koh Acan, Koh Acan adalah penjual perhiasan di pasar Lhok Nga. Koh Acan
juga sahabat Abi Delisa. Saat itu Koh Acan memilihkan kalung yang ada huruf D,
artinya D untuk Delisa. Delisa senang bukan kepalang dan tak sabar untuk
mengenakan kalung itu.
Delisa menghafal diwarnai dengan
sikap kakak-kakaknya yang pro dan kontra. Ustadz Rahman yang merupakan guru TPA
Delisa, juga banyak mengisi hari-hari Delisa menjelang setoran hafalan
shalatnya pada Ibu Guru Nur. Semangat dan usaha Delisa tak sia-sia, ia mampu
menghafal bacaan shalat. Ia bertekad harus lancar saat praktik di depan Ibu
Guru Nur dan teman lainnya. Shalat yang sempurna untuk pertama kalinya.
Ketika Delisa mempraktikkan hafalan
sholatnya di depan kelas, gempa yang disertai tsunami melanda bumi Aceh.
Seketika keadaan berubah. Ketakutan dan kecemasan menerpa setiap jiwa saat itu.
Namun, Delisa tetap melanjutkan hafalan sholatnya. Sesaat akan melaksanakan
sujud pertamanya, Delisa roboh dan hanyut oleh terjangan air laut yang sangat
kuat.
Hari itu adalah hari dimana semua
perhatian tertuju pada Aceh. Korban mencapai 15.000 jiwa, mungkin bisa lebih.
Termasuk Ummi, dan ketiga kakak Delisa juga menjadi korban. Beruntung Delisa
bisa selamat karena Ibu Guru Nur mengikat Delisa pada sebuah papan dengan
kerudungnya. Meskipun Ibu Guru Nur juga meninggal dunia. Berhari-hari Delisa
terbaring kaku di semak-semak, kaki dan tangannya patah, tapi gadis kecil ini
masih bernafas. Sampai akhirnya, Angkatan Laut Amerika menemukan Delisa. Delisa
harus dirawat, kondisinya kritis, kakinya harus diamputasi. Suster Shopi dan
kak Ubay adalah sukarelawan yang merawat Delisa di atas kapal Angkatan Laut
Amerika. Mereka menyayangi Delisa. Walaupun ini sangat berat bagi Delisa,
ditambah lagi dengan berita buruk ketiga kakaknya telah meninggal, jasadnya
dikuburkan di kuburan masal. Sedangkan Ummi Delisa belum ditemukan jasadnya.
Tapi mereka tetap memotivasi Delisa untuk tetap bertahan hidup, untuk
melanjutkan kehidupan, menerima semuanya dengan ikhlas.
Setelah kabar tsunami di Aceh
santer seantero dunia, Abi Delisa pulang dari Kanada untuk melihat keadaan
keluarganya. Abi sangat sedih melihat keadaan Lhok Nga yang sudah datar,
tinggal puing-puing. Kabar telah dikuburkannya Aisyah, Zahra, dan Fatimah
membuat Abi semakin sedih. Sampai akhirnya ada kabar, Delisa masih hidup, ia
dirawat di Kapal Angkatan Laut Amerika, itu membuat Abi merasa masih ada
harapan. Kesedihan Abi berkurang. Meskipun belum ada kabar tentang Ummi.
Delisa bertemu dengan Abi. Delisa
menceritakan semuanya dengan tenang. Tidak terlihat sebuah penyesalan dan
pembangkangan. Dari kakinya yang sudah diamputasi, tangannya yang patah,
kepalanya yang botak karena luka, dan giginya yang tanggal dua. Abi tidak
menyangka Delisa lebih kuat menerima semuanya. Menerima takdir yang telah
digariskan oleh Allah.
Beberapa bulan pasca tsunami,
Delisa sudah bisa menerima keadaan yang sangat pahit itu, dia memulai kembali
kehidupan dari awal bersama ayahnya. Hidup di posko-posko yang didirikan sukarelawan
lokal maupun asing. Hidup dengan orang-orang yang senasib, mereka korban
tsunami yang kehilangan keluarga, sahabat, teman dan orang-orang terdekat.
Beberapa bulan berikutnya, Delisa
mulai masuk sekolah kembali. Sekolah yang dibuka oleh tenaga sukarelawan. Dan
tugas yang dianggap berat berikutnya bagi Delisa adalah mengembalikan hafalan
sholatnya. Hafalan shalatnya hilang begitu saja. Namun, bencana yang melanda
Aceh tersebut membuat Delisa lebih dewasa, lebih memahami makna ikhlas. Ikhlas
untuk menerima keadaan, dan yang terpenting ikhlas untuk menghafal hafalan
shalatnya.
Akhir dari novel ini, Delisa
mendapatkan kembali hafalan sholatnya. Melanjutkan hidup untuk kehidupannya.
Menjalani semua dengan ikhlas. Suatu ketika, Delisa sedang mencuci tangan di
tepian sungai, Delisa melihat ada pantulan cahaya matahari sore dari sebuah
benda, cahaya itu menarik perhatian Delisa untuk mendekat. Tak dinyana, benda
itu adalah kalung yang ada huruf D, D untuk Delisa. Delisa yakin itu adalah
kalung yang dibelinya di toko Koh Acan bersama Ummi. Kalung untuk hadiah
hafalan shalatnya. Selanjutnya yang membuat Delisa bertambah terkejut, kalung
itu digenggam tangan manusia, tangan yang sudah tinggal tulang. Itu adalah Ummi
Delisa.